Senin, 08 Maret 2010

KELUARGA, KELUARGA SEBAGAI PENERUS GENERASI

BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Dewasa ini ternyata belum banyak upaya yang mampu secara optimal menggugah kesadaran dan kepedulian keluarga-keluarga di Indonesia untuk berupaya memperbaiki kualitas diri. Hal ini dibuktikan dengan masih tetap banyaknya kasus-kasus perceraian, keretakan dan ketidakharmonisan hubungan antar anggota keluarga, juga kecenderungan meningkatnya kasus-kasus perselingkuhan baik oleh suami sebagai kepala keluarga maupun isteri sebagai pendamping suami. Sementara mereka mestinya dapat menjadi dapat menjadi contoh dan teladan yang baik anak-anaknya.

Di kalangan anak-anak sendiri sebagai generasi penerus yang akan menentukan masa depan bangsa, juga telah mengalami degradasi moral dan nilai (value) yang cukup serius karena salah dalam pengasuhan, pembinaan, pembimbingan maupun peneladanan, terutama oleh keluarga.

Sebagai dampak dari pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga yang kurang berjalan baik seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan pemibinaan lingkungan, banyak di antara anak-anak kita yang terjebak dalam jiwa hedonisme, konsumerisme, pemboros, tidak menghargai norma dan aturan, serta tidak berdisiplin dan bertanggung jawab. Selain itu yang mencemaskan, remaja kita mulai akrab dengan minum-minuman keras, kehidupan seks bebas, dan penyalahgunaan narkoba yang menyulut kenakalan remaja dan perilaku negatif lainnya yang bersinggungan dengan kriminalitas dan hukum.
Sebenarnya dapat dimulai dari sekarang untuk menciptakan harmonisasi keluarga sekaligus sebagai pijakan dan landasan bagi setiap keluarga di Indonesia untuk merefleksi dan merenungi diri dalam rangka menumbuhkan kesadaran dimana letak kesalahan atau kekeliruan keluarga hingga belum mampu tampil sebagai wahana pembentukan generasi masa depan yang berkualitas. Dari kesadaran ini diharapkan akan tumbuh kepedulian dan semangat pada seluruh keluarga di Indonesia untuk berbuat sesuatu sehingga peran dan fungsinya dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu, karena tidak pernah tumbuh persoalan serius dalam keluarganya baik dalam hubungan antar suami isteri, orangtua dengan anak-anaknya maupun dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Kita semua telah memahami bahwa keluarga adalah unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi tumbuh kembang setiap individu dalam keluarga, terutama anak. Hal ini terkait erat dengan tugas keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama yang membentuk kepribadian generasi penerus, menumbuhkan dan memupuk jiwa besar, berdisiplin serta bertanggung jawab. Keluarga, terutama orangtua merupakan tokoh yang ditiru oleh anak. Maka sudah seharusnya orangtua memiliki kepribadian yang baik menyangkut sikap, kebiasaan, perilaku dan tata cara hidupnya.

Begitu sentralnya peranan orangtua, penyair kelas dunia Kahlil Gibran menyatakan bahwa orangtua adalah ”busur” yang merupakan sarana meluncurkan anak sebagai ”anak panah hidup” ke masa depan. Artinya, orang tua adalah pencetak generasi yang bentuk dan pola kepribadiannya menjadi model bagi anak-anaknya. Sehingga para orangtua harus secara sadar memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan pada anak, serta mencari peluang dan kesempatan untuk menekankan dan mencontohkan perilaku yang patut diteladani. Meskipun orangtua tidak akan mampu menjamin anak-anaknya tumbuh dan berkembang tepat seperti harapan dan keinginan mereka, namun jika anak dibesarkan dengan nilai-nilai dan kebiasaan yang positif, dipastikan ia akan menerapkan nilai-nilai dan kebiasaan positif itu pada masa dewasanya sehingga memberikan sumbangsih teradap kebiasaan masyarakat.

B.Tujuan
Dapat memaknai keluarga tidak hanya dalam arti sempit, tetapi untuk menyadarkan keluarga-keluarga di Indonesia agar lebih peduli terhadap pentingnya membangun keharmonisan dalam keluarga karena kita telah dibukakan wawasan tentang betapa besar peran sebuah keluarga sebagai wahana pembentukan generasi masa depan yang berkualitas dan berkepribadian yang secara langsung maupun akan menentukan cerah buramnya masa depan bangsa dan negara ini di kemudian hari.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya (Ki Hajar Dewantara). Menurut Sigmund Freud, keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa menurut beliau keluarga merupakan manifestasi daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami isteri. Dhurkeim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Sehingga keluarga itu terbagi menjadi dua, yaitu:

a.Keluarga Kecil atau “Nuclear Family”
Keluarga inti adalah unit keluarga yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak mereka; yang kadang-kadang disebut juga sebagai “conjugal”-family.
b.Keluarga Besar “Extended Family”
Keluarga besar didasarkan pada hubungan darah dari sejumlah besar orang, yang meliputi orang tua, anak, kakek-nenek, paman, bibi, kemenekan, dan seterusnya. Unit keluarga ini sering disebut sebagai ‘conguine family’ (berdasarkan pertalian darah).

B.Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan- pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh keluarga itu
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan/ dirinci ke dalam beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi Biologis
Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang-orang tua bagi anak anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengurus rumah tangga bagi ang isteri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain. Setiap manusia pada hakiaktnya terdapat semacam tuntutan biologis bagi kelangsungan hidup keturunannya, melalui perkawinan.
b. Fungsi Pemeliharaan
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat terlindung dari gangguan-gangguan.
c. Fungsi Ekonomi
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan pokok manusia, yaitu:
1. Kebutuhan makan dan minum
2. Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya
3. Kebutuhan tempat tinggal.
Berhubungan dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
d. Fungsi Keagamaan
keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
e. Fungsi Sosial

Dengan fungsi ini kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua, yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik burukna perbuatan dan lain-lain.

Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-perananyang diharapkan akan mereka jalankan keak bila dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi.

Dalam buku Ilmu Sosial Dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara, dikatakan bahwa fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Pembentukan kepribadian;
b. Sebagai alat reproduksi;
c. Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat
d. Sebagai lembaga perkumpulan perekonomian.
e. Keluarga berfungsi sebagai pusat pengasuhan dan pendidikan

Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa ada delapan fungsi keluarga, yakni:
Fungsi Keagamaan
Jelas sekali bahwa fungsi keluarga adalah untuk memelihara agama dua insan yang berlainan jenis, agar terhindar dari berbagai kemungkaran terkait dengan hubungan dengan lawan jenis
Sosial Budaya
Dengan fungsi ini diharapkan keluarga dapat memelihara dan memperkaya budaya bangsa.
Cinta Kasih
Fungsi ini yang dengan jelas ditegaskan dalam Al Qur'an, yakni mewujudkan mawaddah wa rahmah antara suami dan istri, serta anak-anak sebagai qurrota a'yun.
Melindungi
Yakni terutama melindungi anggotanya dari api neraka. Fungsi melindungi ini juga tersirat dalam pernyataan Allah dalam Al Qur'an, suami adalah pakaian bagi istri dan sebaliknya istri adalah pakaian bagi suaminya.
Reproduksi
Membuat kerangka yang terhormat dalam menjaga kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini
Sosialiasi dan Pendidikan
Mendidik seluruh anggota keluarga, saling menasehati dalam kebaikan.
Ekonomi
Mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga.
Pembinaan Lingkungan
Selain diharapkan untuk dapat hidup selaras dengan kondisi lingkungan, sosial dan budaya sekitarnya, keluarga juga diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap pembinaan lingkungan sekitarnya.


BAB III
KELUARGA SEBAGAI PENERUS GENERASI


A.Anak Meneruskan Sifat Orang Tua
Keluarga adalah pokok penting yang fundamental bagi pembangunan individu secara personal. Maka dari itu, sifat dari anak pastilah mencerminkan sifat dari orang tuanya atau dari orang-orang lain yang dituakan dalam keluarga itu (misalnya kakek, nenek, dsb). Dari keluarga maka lahirlah beraneka ragam individu dalam hal karakteristik dan kebudayaan.

Sama seperti pohon, jika bibit yang ditanam adalah bibit unggul, maka hasilnya juga akan baik, begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, keluarga sangat besar andilnya dalam hal mengembangkan masyarakat suatu bangsa.. Bangsa adalah kumpulan keluarga.
Bisa dibayangkan jika dalam suatu bangsa, keluarga yang membentuknya itu berasal dari kualitas yang baik, maka besar kemungkinan dan pasti bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang baik. Lalu apa ukuran untuk menilai baik atau kurang baiknya suatu keluarga dalam proses membangun individu? Ada beberapa hal penting yang bisa menunjukkan ciri-ciri keluarga ideal guna pembentukan individu yang berkualitas baik.

Pertama, keluarga itu penuh dengan kasih. Kasih adalah bahasa universal yang membuat orang bisa menerima orang lain baik kekurangannya dan kelebihannya. Kalau di dalam diri keluarga itu ditanamkan unsur kasih, maka anak yang tumbuh dalam keluarga itu saat ia masuk ke dalam suatu lingkungan yang sebenarnya membuatnya bisa mengasihi orang lain yang membuat anak ini bisa menerima perbedaan yang nyata itu sebagai suatu hal yang indah dan dekoratif. Perbedaan tidak lagi dilihat sebagai konflik namun sebagai hal yang memperkaya pengetahuan..

Kedua, dalam keluarga yang juga penting adalah sikap terbuka, saling menghormati dan menghargai.Ketika setiap anggota keluarga bisa sadar akan kedudukan dan status masing-masing dalam keluarga, maka akan timbul rasa untuk menghormati satu sama lain.. Unsur ini penting sebagai bekal individu dalam terjun ke dunia masyarakat.
Dan keterbukaan dalam segala hal ini sangat perlu. Dari keluarga kita belajar untuk bersikap terbuka, memecahkan masalah dengan jalan demi untuk mencapai tujuan yang ideal. Jika dalam keluarga kita sudah membiasakan untuk bersikap terbuka, maka ketika individu harus terjun ke dalam masyarakat ia sudah tahu harus bagaimana dalam mengatasi konflik. Dengan sikap yang terbuka, kesalahpahaman bisa dicegah dan meminimalisir konflik

Unsur terakhir yang menjadi ciri dari keluarga yang baik adalah sikap saling menghargai dan memaafkan. Ini adalah sikap yang sulit untuk dilakukan. Terkadang dalam keluarga sering kali kita menuntut seseorang untuk menjadi apa yang kita inginkan, mengatur dan membatasi kebebasan seseorang. Dalam keluarga baik itu orangtua ataupun akan, keduanya harus saling menghargai. Apa yang menjadi keinginan dan prinsip masing-masing. Sudah sifat dasar manusia untuk selalu merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki atau apa yang diterimanya. Hal inilah yang seringkali membuat kita tidak bisa menerima kekurangan dan keterbatasan seseorang. Membuat kita menuntut lebih. Perlu disadari bahwa di dunia ini tak ada gading yang tak retak. Menghargai. Itu adalah bekal penting yang harus dilahirkan dalam keluarga agar kelak ketika kita sudah bisa menghargai keluarga kita sendiri, kita juga bisa menghargai orang lain, masyarakat lain dan bangsa lain.

Lalu, memaafkan. Manusia penuh dengan keterbatasan dan kekhilafan dalam hidupnya, oleh sebab itu memaafkan menjadi hal yang penting dalam keluarga sebagai tempat kita berlatih. Memang tindakan yang sudah kita lakukan tidak dapat dikembalikan pada titik nol. Maksudnya, setiap tindakan kita yang menyakiti orang lain pasti membuat orang lain pedih.

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi. Dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar :
•Bagaimana merasakan perasaan kita sendiri.
•Bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita.
•Bagaimana berpikir tentang perasaan ini.
•Pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi.
•Serta bagaimana membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut.

Pembelajaran emosi ini bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung kepada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antra suami istri. Ada orang tua yang berbakat sebagai guru emosi yang sangat baik, ada yang tidak.

B.Tugas Orang Tua Menyiapkan Generasi Penerus
Peran sebagai orang tua bagi putra-putri merupakan tugas yang tidak ringan, apalagi hal ini dikaitkan dengan penyiapan putra-putri sebagai generasi penerus bangsa.
Bimbingan orang tua merupakan daya tangkal bagi ketahanan pribadi yang handal, melalui upaya memperkokoh pembinaan mental spiritual dan pendalaman ajaran agama. Sehingga dengan landasan etika dan moral dapat menangkis setiap bentuk godaan yang berhubungan dengan obat-obatan terlarang dan pergaulan bebas. Apalagi pada jaman sekarang, dimana berbagai bangsa, agama, budaya dan kesenian, baik yang negatif maupun positif, bercampur baur mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Untuk itu para orang tua diharapkan untuk mempersiapkan putra-putinya dengan pendidikan moral dan etika agama bagi masa depan mereka. Yakni salah satunya dengan cara pendidikan yang memadai termasuk pendidikan moral, karena hanya dengan bekal pendidikan, mereka akan siap menghadapi persaingan yang akan semakin tidak ringan.
Ayah sebagai pemimpin atau kepala keluarga, diibaratkan sebagai mata air. Kalau mata airnya keruh, keruh pula alira sungainya. Sebaliknya kalau mata airnya jernih, maka akan jernih pula aliran sungai itu. Sedangkan ibu dengan sifat halus yang dimiliki, diberi kepercayaan mendidik anak. Anak-anak memiliki tugas belajar agar nantinya dapat menggantikan peran sebagai orangtua. Bila terjadi konflik, penyelesaiannya tidak menggunakan pendekatan hitam putih, tetapi menggunakan cara paling baik untuk keluarga. Orang Jawa dalam menyelesaikan konflik menggunakan falsafah ”menang tanpa ngasorake” sehingga orang yang salah tidak kehilangan muka dan yang benar tidak dirugikan.


Dalam konteks yang lebih luas, keluarga memiliki tanggung jawab kepada masyarakat. Mempunyai anak adalah sebuah tindakan moral. Karena dengan memiliki anak, orangtua mempunyai kewajiban terhadap masyarakat. Kenakalan anak akibat pengasuhan dan pembinaan yang salah tidak hanya membuat hati orangtua berduka dan pemakai narkoba tidak hanya membuat sedih orangtuanya, mereka juga menguras uang, sumber daya dan kesabaran masyarakat. Sebaliknya anak-anak yang diasuh dengan baik, bukan cuma menjadi sumber kebahagiaan keluarganya, tetapijuga menjadi landasan bagi masyarakat yang sukses dan patut dibanggakan.

Atas dasar itu, tidakah terlalu salah bila kita menggambarkan tentang hubungan orangtua dan anaknya terutama yang sudah remaja sebagai hubungan antar manusia yang mengemban tanggung jawab moral terbesar. Salah satu tanggung jawab orangtua adalah menanamkan nilai-nilai yang baik, mengajarkan tanggung jawab, serta meningkatkan akhlak yang baik. Tanggung jawab lainnya adalah menjamin kesejahteraan anak, mencurahkan perhatian, serta memahami perasaan dan kebutuhan anak. Keluarga yang harmonis akan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk menerima dasar-dasar perkembangan, latihan-latihan sikap dan kebiasaan yang baik. Keharmonisan keluarga juga akan memberikan rasa aman bagi anggotanya untuk dapat berkembang secara wajar dalam menerima pengalaman-pengalaman sosial sebagai kehidupan bersama di dalam masyarakat.

C.Generasi Berkualitas Hasil dari Keluarga Berketahanan
Membangun atau membentuk generasi masa depan yang berkualitas, harus dimulai dengan mengkondisikan tiga lingkungan strategis, yakni sekolah, masyarakat dan tidak dapat dikesampingkan adalah keluarga. Mengapa keluarga? Karena keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh setiap individu. Keluarga melalui delapan fungsinya yaitu fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan merupakan wahana persemaian nilai-nilai budaya bangsa dan norma agama yang sangat efektif untuk membangun karakter/kepribadian anak, disamping sebagai wahana ideal bagi setiap individu untuk berlatih ketrampilan, bersosialisasi maupun memompa kepercayaan diri. Karena dalam lingkungan keluarga, setiap individu dituntut tidak sekedar mampu memahami dan mengerti akan nilai, norma, ilmu dan ketrampilan, tetapi juga harus mampu pula untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Persoalannya, keluarga yang bagaimanakah yang mampu dijadikan sebagai wahana pembentukan generasi yang berkualitas? Jawabnya adalah keluarga yang berketahanan. Keluarga berketahanan yang dimaksud sesuai UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materiil serta psikis mental-spiritual untuk hidup mandiri dan mengembangkan diri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Ini berarti, keluarga yang berketahanan harus memenuhi tiga syarat mutlak:

1.Keluarga yang bersangkutan harus didasari oleh perkawinan yang sah dan memiliki ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2.Keluarga yang dibangun harus memiliki wawasan ke depan, bertanggung jawab dan berkomitmen tinggi untuk hidup mandiri,
3.Keluarga yang dibangun harus mampu hidup secara harmonis, memiliki jumlah anak yang ideal (dua anak lebih baik), sehat dan sejahtera.

Ketiga syarat tersebut harus mampu dicapai oleh sebuah keluarga untuk mampu menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang mencakup delapan fungsi. Sementara kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga menjadi syarat yang harus dipenuhi agar keluarga yang bersangkutan dapat menjadi keluarga yang berketahanan.

Keluarga yang berketahanan akan menjadi wahana efektif untuk membentuk generasi yang berkualitas karena dalam lingkungan keluarga yang memiliki ketahanan tinggi, akan selalu mengedepankan enam aspek yang dapat dijadikan pegangan hidup bagi setiap individu yang ada didalamnya terutama anak sebagai calon generasi penerus keluarga, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, membangun keluarga berketahanan juga harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

Pertama, aspek keagamaan. Dalam lingkungan keluarga yang berketahanan, aspek keagamaan harus menjadi landasan utama semenjak keluarga terbentuk. Sebab keluarga ini harus berprinsip, tanpa landasan agama yang cukup, keluarga tidak mungkin dapat melaksanakan fungsi keagamaan secara baik. Apalagi secara hakikat keluarga ini menyadari bahwa keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya dalam kehidupan beragama. Ini berarti, pelaksanaan fungsi keagamaan dalam keluarga berketahanan bukan sekedar setiap anggota keluarga tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup beragama, melainkan juga harus benar-benar merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, aspek sosial budaya. Salah satu tugas keluarga adalah sebagai institusi penerus kebudayaan dalam masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam konteks kedudukan keluarga sebagai penerus kebudayaan, keluarga yang berketahanan diharapkan memahami bahwa aspek sosial budaya memerlukan perhatian yang cukup ketika akan membangun sebuah keluarga. Artinya, keluarga harus dibangun dalam situasi yang kondusif dan memberikan kesempatan kepada seluruh angggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. Untuk itu, dalam keluarga yang berketahanan, terutama pasangan suami istreri, akan selalu berupaya memantapkan budaya sendiri dalam koridor yang jelas, namun tetap mampu menyerap budaya asing yang positif dan mencegah yang negatif demi perkembangan masa depan keluarga.

Ketiga, aspek ekonomi. Pembangunan aspek ekonomi dalam keluarga berketahanan perlu selalu diupayakan secara optimal dalam rangka membangun keluarga yang mandiri secara ekonomi. Karena keluarga ini harus memiliki kesadaran bahwa keluarga berketahanan baru dapat terbentuk manakala keluarga yang bersangkutan telah memiliki landasan ekonomi yang kuat. Keberhasilan dalam aspek ini akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan aspek-aspek lain dalam keluarga. Keluarga ini telah dapat membayangkan, bagaimana mungkin sebuah keluarga yang berpenghasilan sangat rendah akan mampu mencukupi kebutuhan hidup secara layak, tanpa ada dukungan dari pihak lain atau berhutang kesana kemari. Kondisi ini jelas akan menimbulkan permasalahan sosial, budaya, lingkungan hidup dan kependudukan dalam arti luas.

Keempat, aspek biologis dan kesehatan. Pembangunan aspek biologis dan kesehatan selalu menjadi prioritas bagi keluarga yang menginginkan menjadi keluarga berketahanan. Karena keluarga ini harus berasumsi bahwa dalam kehidupannya, setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang cukup vital adalah kebutuhan biologis dan kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan biologis salah satunya menyangkut kepentingan fungsi reproduksi, dimana keinginan untuk memperoleh keturunan dan pemuasan nafsu biologis (seks) dapat terpenuhi dengan baik, selain kebutuhan biologis lainnya sebagai makhluk hidup. Sementara kebutuhan akan kesehatan menyangkut kepentingan perlunya hidup sehat, agar seluruh anggota keluarga dapat bekerja dan beraktivitas dengan baik serta dapat menikmati hasil-hasilnya dengan penuh kebahagiaan. Mengingat besarnya hubungan antara aspek biologis dan kesehatan, keluarga khususnya suami isteri dalam keluarga yang berketahanan, tidak menghadapinya secara biofisik belaka. Melainkan didasari pula oleh pandangan psikis maupun moral dan sosial.

Kelima, aspek pendidikan. Keluarga berketahanan seharusnya dapat mengerti sepenuhnya bahwa pendidikan dalam keluarga sangat penting diperhatikan untuk mencapai keluarga yang berketahanan tinggi. Apalagi keluarga ini juga mengetahui, bahwa Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, menyebut keluarga sebagai salah satu dari Tri Pusat Pendidikan. Itulah sebabnya keluarga yang berketahanan selalu berupaya memberdayakan diri agar mampu menjadi institusi yang handal dalam mencetak generasi penerus yang tidak saja sehat, cerdas, dan trampil, tetapi juga berbudi luhur serta bertaqwa kepada Tuhan YME. Sebagai institusi yang pertama kali dikenal anak, keluarga berketahanan akan selalu berupaya mengkondisikan diri agar menjadi tempat belajar yang menyenangkan bagi anak, tenang dan penuh kasih sayang. Sehingga anak akan menjadi generasi penerus yang dapat diharapkan perjuangannya dikemudian hari.

Keenam, aspek cinta kasih. Aspek ini juga perla mendapat perhatian lebih pada keluarga yang berketahanan karena keluarga ini mengetahui secara pasti bahwa tanpa komunikasi yang baik antara orangtua dan anaknya, antara anak dengan anggota keluarga lainnya, dan antara anak dengan lingkungannya, keluarga yang benar-benar berketahanan tidak akan terwujud Termasuk komunikasi disini adalah komunikasi anak dengan keseluruhan pribadinya, terutama pada saat anak masih kecil yang masih menghayati dunianya secara global dan belum terdirefensiasikan. Oleh karena itu, keluarga tersebut akan selalu berupaya membangun dan mempertahankan aspek cinta kasih dalam keluarga karena dirasa sangat penting untuk menjembatani upaya membangun keluarga berketahanan. Apalagi suasana yang penuh cinta kasih akan menjadi modal yang tidak ternilai harganya bagi keluarga yang berketahanan untuk membahagiakan anak dan mensejahterakan keluarga itu sendiri.
Selain keenam aspek tersebut, keluarga berketahanan juga akan selalu memperhatikan aspek-aspek lain yang terkait dan memiliki daya ungkit tinggi untuk mewujudkan generasi penerus yang berkualitas. Seperti aspek pembinaan lingkungan yang memfokuskan pada penciptaan hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara keluarga dan lingkungannya baik lingkungan fisik (alam) maupun lingkungan non fisik (budaya), dan aspek sosialisasi yang mengkhususkan hubungan antar anggota dalam satu keluarga dan antar anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya. Mengingat aspek sosialisasi ini mendapat perhatian yang cukup, maka dalam keluarga yang berketahanan akan terbentuk individu-individu yang tidak saja mampu berkomunikasi secara baik dengan anggota keluarga lainnya atau masyarakat luas, tetapi juga individu yang mampu bersosialisasi serta menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungannya.

Upaya mewujudkan generasi yang berkualitas saat ini dan dimasa mendatang menjadi sangat urgen untuk menjawab tantangan zaman seiring dengan datangnya era globalisasi dan modernisasi kehidupan. Di sini keluarga harus berani mengambil peran strategis untuk memberdayakan seluruh anggota keluarganya dengan memantapkan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga sebagai manifestasi sekaligus aktualisasi dari keluarga yang berketahanan. Tidak hanya generasi yang sehat, cerdas dan trampil, tetapi juga generasi yang berbudi pekerti luhur, menghargai nilai budaya bangsa, memiliki konsep diri yang baik, berkepribadian serta bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Terlebih tema yang diangkat dalam Harganas tahun ini adalah ”Dengan Semangat Gotong Royong Kita Wujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” sebagai aktualisasi upaya mewujudkan keluarga berketahanan. Di sisi lain, kita ketahui bahwa visi pembangunan keluarga berencana di Indonesia saat ini adalah “Seluruh Keluarga Ikut KB” dengan misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” yang berarti juga sejalan dengan upaya mewujudkan generasi berkualitas melalui pembangunan keluarga berketahanan.

Sekarang tinggal bagaimana kita bersikap. Menjadikan penerus masa depan kita tetap seperti apa adanya tanpa jaminan masa depan bangsa yang cerah penuh harapan, atau berupaya membangun keluarga yang berketahanan dengan sekuat tenaga untuk melahirkan generasi berkualitas demi terciptanya bangsa yang maju, sejahtera dan mandiri. Karena sekarang kita telah sama-sama sadar bahwa generasi berkualitas adalah jaminan masa depan bangsa.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A.Kesimpulan
Keluarga adalah pokok penting yang fundamental bagi pembangunan individu secara personal. Maka dari itu, sifat dari anak pastilah mencerminkan sifat dari orang tuanya atau dari orang-orang lain yang dituakan dalam keluarga itu (misalnya kakek, nenek, dsb). Dari keluarga maka lahirlah beraneka ragam individu dalam hal karakteristik dan kebudayaan.
Membangun atau membentuk generasi masa depan yang berkualitas, harus dimulai dengan mengkondisikan tiga lingkungan strategis, yakni sekolah, masyarakat dan tidak dapat dikesampingkan adalah keluarga.

B.Saran
Kita sebagai masyarakat umum dapat lebih peduli terhadap pentingnya membangun keharmonisan dalam keluarga karena kita telah dibukakan wawasan tentang betapa besar peran sebuah keluarga sebagai wahana pembentukan generasi masa depan yang berkualitas dan berkepribadian yang secara langsung maupun akan menentukan cerah buramnya masa depan bangsa dan negara ini di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

http://eko13.wordpress.com/2008/03/18/bimbingan-konseling-keluarga/
http://immuii.wordpress.com/2008/01/11/keluarga-adalah-anugerah-terindah/
http://prov.bkkbn.go.id/yogya/article_detail.php?aid=24
http://www.persit-kck.org/index.php?option=com_content&view=article&id=123:ny-agustadi-sp-siapkan-putra-putri-sebagai-generasi-penerus&catid=34:umum&Itemid=71
http://www.miss-jana.org/blog/2008/07/11/keluarga-adalah-wadah-anak-belajar-emosi/
http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=1738&Itemid=190


Love Your family ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar