Selasa, 22 Juni 2010

Pengalengan Bahan Pangan Hewani (Rawon & Ikan)

Pengalengan Bahan Pangan Hewani
(Rawon & Ikan)



A. Tujuan:
1. Mengawetkan bahan pangan nabati dengan metode pengemasan dikemas dalam kaleng dengan tujuan untuk meningkatkan daya simpan produk hewani
2. Mendiskripsikan langkah-langkah kerja pada proses pengalengan berbagai jenis bahan pangan hewani
3. Menganalisa kualitas fisik dan organoleptik hasil pengalengan hewani
4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan hewani dalam proses pengalengan



B. Prinsip:
Penggunaan panas untuk mengurangi aktivitas biologis, kimiawi dan mikrobiologis agar bahan pangan aman dikonsumsi dan lebih awet dalam wadah hermitis.

C. Tinjauan Pustaka
Pengalengan adalah ilmu yang tergolong tua dalam usia, kira-kira lebih dari 175 tahun yang lalu, telah dimulai dan dikembangkan di negara barat, dan kini sudah mulai berkembang di berbagai negara berkembang. Namun, cara-cara praktek pengalengan secara baik belum banyak dilakukan oleh industri pengalengan di Indonesia. Terutama cara-cara perhitungan jumlah panas yang diperlukan sehingga makanan kaleng bebas dari mikroba pembusuk serta penyebab keracunan, dan kerusakan gizi serta kerusakan komponen citarasa dapat dihindari semaksimal mungkin.

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan. Pengalengan yaitu metode pengawetan makanan dengan memanaskannya dalam suhu yang akan membunuh mikroorganisme, dan kemudian menutupinya dalam stoples maupun kaleng. Karena adanya bahaya botulisme, satu-satunya metode yang aman untuk mengalengkan sebagian besar makanan adalah dalam panas dan tekanan tinggi. Makanan yang harus dikalengkan termasuk produk sayur-mayur, daging, makanan laut, susu, dll. Satu-satunya makanan yang mungkin bisa dikalengkan dalam wadah air masak (tanpa tekanan tinggi) adalah makanan asam seperti buah, sayur asin, atau makanan lain yang ditambahi asam.

Pada pengalengan hewani (daging, ikan dan unggas) memerlukan beberapa perlakuan pendahuluan yang tentu saja berbeda dengan pengalengan nabati. Perlakuan tersebut berupa penghilangan kulit dan bagian-bagian yang tidak akan dikonsumsi (dressing and trimming) tapi tahap-tahap selanjutnya hmpir sama dengan pengalengan nabati. Keuntungan Pengalengan Secara umum proses pengalengan ikan dalam skala industri umumnya dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan itu, meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian, penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian medium pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng, pemasakan (retorting), pendinginan, dan pemberian label. Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:

• Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya
• Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya
• Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan
• Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer
• Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya

Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat dikalengkan, seperti teripang, cumi-cumi, kerang, kepiting, ubur-ubur, udang, berbagai jenis ikan, dan sebagainya. Hanya saja, pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan. Metoda pengalengan secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metoda pengalengan konvensional dan metoda aspetik.

D. Alat dan Bahan
• Alat: pisau, baskom, sendok, timbangan, piring plastic, perlengkapan masak, saringan, thermometer, autoklaf, kompor gas, waterbath, gelas ukur
• Bahan: kaleng, daging sapi, ikan, Saus Tomat, tepung Maizena, Bumbu – Bumbu Dapur (Bawang Merah, bawang Putih, Cabai Merah, Cabai Rawit, Bawang Daun, dll)

E. Prosedur Kerja
 Persiapan bahan
• Memisahkan daging dari lemak, tulang rawan lalu mencuci hingga bersih dan merebus dalam air mendidih
• Memotong-motong daging dengan ukuran yang seragam (dadu)
• Memisahkan ikan dari bagian kepala, sisik, isi perut dan bagian lain yang tidak akan dikonsumsi
• Memotong-motong ikan sesuai dengan ukuran kaleng dan mengukus ikan
• Mencuci hingga bersih lalu direndam dalam air garam
 Persiapan medium
• Medium pengalengan daging: membuat kuah rawon dengan menghaluskan bawang merah, bawang putih, cabe, penyedap rasa dan bumbu rawon instan
• Medium pengalengan ikan: membuat saos tomat dengan menghaluskan bawang merah, bawang putih, cabe, penyedap rasa
 Prosedur kerja pengalengan dengan metoda dingin
• Daging sapi dan ikan yang telah dipotong-potong dimasukan ke dalam kaleng
• Medium dimasukan ke dalam kaleng sampai batas 0,25-0,50 in (sebagai head space) dari permukaan atas
• Melakukan exhausting pada kaleng dengan uap panas selama 5-10 menit
• Penutupan kaleng dilakukan secara hermitis dengan double seamer dan susun dalam autoklaf kemudian melakukan prosessing pada suhu 121OC selama 30 menit untuk daging dan suhu 116 OC selama 90 menit untuk ikan
• Setelah prossing dinginkan dalam air mengalir sampai suhu kaleng ±30 OC
• Kaleng dibersihkan dari sisa-sisa air dan disimpan pada suhu kamar selama satu minggu

F. Data Hasil Pengamatan
1. Hasil Pengamatan
Tabel Jumlah Kaleng yang Dihasilkan
No. Produk Kaleng baik Kaleng reject Keterangan
1. Sarden 15 0
2. Daging 5 9 menggelembung

Tabel Hasil Pengamatan Organoleptik Produk
No. Produk Pengamatan
pada 0 hari Pengamatan
setelah 1 minggu Keterangan
1. Sarden • Medium: rasa sangat gurih, mempunyai rasa asam yang segar, dan agak pedas manis asin; warna merah cerah; baunya khas saus tomat dan agak berbau khas ikan
• Ikan: tekstur daging empuk dan tekstur duri kurang empuk; warna cerah; rasa gurih dan khas daging ikan; aroma khas • Medium: rasa sangat gurih, mempunyai rasa asam yang segar, dan agak pedas manis asin; warna merah cerah; baunya khas saus tomat dan agak berbau khas ikan
• Ikan: tekstur daging empuk dan tekstur duri kurang empuk; warna cerah; rasa gurih dan khas daging ikan; aroma khas Tidak ada perubahan mutu
2. Rawon daging • Medium: rasa gurih, agak asin dan enak; warna kehitam-hitaman; aroma khas rawon
• Daging: rasa gurih; warna coklat kehitam-hitaman; aroma khas; tekstur kurang empuk • Medium: rasa gurih, agak asin dan enak; warna kehitam-hitaman; aroma khas rawon
• Daging: rasa gurih; warna coklat kehitam-hitaman; aroma khas; tekstur kurang empuk Tidak ada perubahan mutu

Tabel Hasil Pengamatan Organoleptik Produk Reject
No. Produk Hasil pengamatan
1. Rawon daging Timbulnya gas (mendesis waktu dibuka), bau gak enak (bau agak busuk)


G. Pembahasan
Dalam proses biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan. Di Indonesia, dikenal tiga macam medium pengalengan, yaitu larutan garam (brine), minyak atau minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus tomat. Penambahan medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir, sebagai media pengantar panas sehingga memperpendek waktu proses, mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi, dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng.
Apabila menginginkan produk yang siap olah, pilihlah yang bermedia saus tomat. Bila ingin mengolah produk dalam kaleng lebih lanjut, produk berlarutan garam atau minyak nabati dapat dipilih.
Pengalengan merupakan suatu Clotridium botulinum pengolahan makanan dimana produk dikemas dalam kaleng dengan tujuan untuk meningkatkan daya simpan produk tersebut. Peningkatan daya simpan terjadi karena dalam pengolahan menggunakan suhu tinggi dan sistem pengemasan yang kedap udara.

Mekanisme Pengalengan Pengalengan bahan pangan pada prinsipnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Bahan pangan dikemas dulu secara hermetis, baru kemudian dipanaskan.
2. Bahan pangan dipanaskan lebih dahulu baru dikemas (dipak) secara hermetis baik setelah dingin maupun panas. Penggunaan kemasan secara dingin itu sering disebut sebagai pengalengan aseptis.

Daya Tahan Simpan Umur simpan makanan dalam kaleng sangat bervariasi tergantung pada jenis bahan pangan, wadah, proses pengalengan yang dilakukan, dan kondisi tempat penyimpanan. Jika proses pengolahan dan penyimpanan dilakukan dengan baik, makanan dalam kaleng umumnya awet sampai jangka waktu dua tahun. Beberapa hal yang menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng adalah:
1. Ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan kesegarannya dijamin masih baik.
2. Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan, sehingga terhindardari sumber mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi perut dan insang.
3. Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan penyebab penyakit.
4. Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (di bawah pH 4,6), Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.
5. Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna sehingga tidak dapat dilalui oleh gas, mikroba, udara, uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk dalam kaleng menjadi lebih awet
Daging dan ikan yang akan dikalengkan harus berasal dari hewan yang sehat. Daging dan ikan disortasi sesuai mutu dan kegunaannya. Dressing dan trimming-nya tergantung atau disesuaikan dengan bahan yang dipersiapkan.
Ikan yang akan dikalengkan dipisahkan dari kepala, sisik, isi perut dan bagian lain yang tak dapat dimakan. Diperlukan cukup banyak air untuk mencuci ikan. Pembersihan dapat dilakukan dengan cara pencelupan, pencucian dengan pengadukan, dan penyemprotan. Perendaman dapat menghilangkan darah secara efektif tetapi cenderung melunakkan daging ikan bila tidak digunakan air garam. Sesudah dicuci, ikan dipotong sesuai dengan ukuran kaleng. Pada praktikum, ikan dipotong menjadi dua bagian yaitu bagian badan dan bagian ekor. Setelah pemotongan, ikan dikukus selama 15 menit. Daging sapi yang akan dikalengkan dibuang lemak dan kulitnya serta kotoran yang menempel. Setelah dibuang lemak dan kotorannya, daging direbus selama 30 menit atau setengah matang, kemudian dilakukan pemotongan dengan bentuk dadu. Pemotongan pada ikan dan daging dilakukan dengan tujuan untuk memperkecil ukuran sehingga mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan mempermudah penetrasi panas, selain itu untuk menyeragamkan bentuk bahan.
Adapun tujuan dari pengukusan ikan dan perebusan daging antara lain melunakkan bahan sehingga memudahkan pengisian, mengurangi populasi bakteri, dan menghilangkan gas-gas yang ada dalam jaringan bahan.

Dikarenakan daging dan ikan termasuk bahan pangan low acid, perlakuan panas untuk bahan pangan low acid dirancang untuk menginaktifkan sejumlah besar mikroorganisme yang mampu menghasilkan racun yang dapat mematikan. Selain itu daging dan ikan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroba, oleh karena itu dalam praktikum ini ditekankan aspek aseptis dalam setiap tahapan pengerjaan.
Pengisian atau prose filling dilakukan secepat mungkin dalam kondisi bersih, tepat dan seragam, serta disisakan volume kaleng untuk ruang kosong sebesar ¼ inchi sebagai head space. Ukuran head space dalam pengalengan sangat penting, head space yang terlalu kecil dapat menyebabkan tutup kaleng dapat meledak atau mencembung karena pengembangan bahan atau isi kaleng, selain itu dapat menyebabkan kecepatan penetrasi panas rendah karena kenaikan densitas isi kaleng. Bila head space terlalu besar maka relative jumlah udara yang terakumulasi dalam kaleng besar sehingga kemungkinan terjadi oksidasi pada bahan juga besar. Setelah pengisian ke dalam kaleng selesai maka dilakukan langkah proses selanjutnya yaitu Exhausting yang dilakukan pada kaleng dalam keadaan terbuka pada water bath mendidih sampai bagian tengah kaleng mencapai suhu 85oC selama 10 menit. Exhausting bertujuan untuk menghilangkan semua udara atau gas yang terdapat dalam bahan dan medium, hal ini dikarenakan jika ada udara (terutama oksigen) dalam kaleng yang sudah tertutup maka oksigen dapat bereaksi dengan bahan dan bagian dalam kaleng sehingga dapat mempengaruhi kualitas, nilai gizi dan umur simpan. Selain itu exhausting bertujuan untuk menaikkan suhu bahan dalam kaleng yang merupakan suhu awal prosesing.
Pada Proses Pengalengan Penutupan Kaleng Mesin penutup kaleng memiliki empat bagian penting yang berhubungan langsung dengan proses penutupan. Keempat bagian itu adalah:

1. Seaming chuck
Merupakan bagian yang berbentuk lempeng atau piringan bulat yang ukurannya tepat seperti tutup kaleng (memiliki ukuran yang sama seperti bagian counter sink). Adapun fungsi seaming chuck ini adalah untuk menahan kaleng body agar tidak meleset pada operasi penutupan oleh rol pertama dan kedua.
2. Can lifter plate
Merupakan lempengan bulat yang menyangga kaleng dari bawah sehingga bagian atas kaleng menempel pada seaming chuck dan tepat berada pada posisi operasi rol pertama dan kedua.

3. First operation seaming roll
Pada alat penutup kaleng double seamer, proses penutupan kaleng yang sebenarnya dilakukan oleh dua pasang rol yang posisinya saling bersilangan. Rol pertama ini ada dua (sepasang) yang posisinya adalah saling diagonal. Rol pertama memiliki lekukan yang lebih dalam dan lebar yang berfungsi untuk membentuk keliman awal.

4. Second operation seaming roll
Ini adalah rol kedua yang berfungsi untuk menyempurnakan hasil dari rol pertama. Rol kedua ini memiliki lekukan yang dangkal dan sempit sehingga menghasilkan keliman ganda yang lebih rapat.

Pada prinsipnya operasi penutupan kaleng dilakukan sebagai berikut:
Kaleng diletakkan tepat ditengah-tengah lifter, pada saat pedal ditekan lifter akan naik sehingga kaleng melekat pada seaming chuck, yang mana pada seaming chuck telah terdapat tutup kaleng. Rol pertama mulai bekerja, sambil berputar rol pertama akan mendekati posisi tutup kaleng. Karena lekukan pada rol pertama, maka tutup kaleng akan melipat ke bawah. Keliman pertama terbentuk. Setelah rol pertama mengelilingi seluruh bagian tutup kaleng maka rol pertama akan menjauhi tutup kaleng. Setelah itu rol kedua yang berputar akan mendekati tutup yang telah dilipat oleh rol pertama tadi, karena lekukanya lebih sempit dan dangkal maka keliman yang terbentuk oleh rol kedua ini akan lebih rapat.
Setelah rol kedua menyelesaikan tugasnya maka akan segera menjauhi chuck dan lifter bersama kaleng yang telah tertutup akan turun, dan selesailah operasi penutupan kaleng tersebut. Seluruh operasi penutupan kaleng memerlukan waktu sekitar 10 detik.
Kondisi penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu ikan dalam kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang dikandung oleh bahan akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia.

Daya tahan simpan umur simpan makanan dalam kaleng sangat bervariasi tergantung pada jenis bahan pangan, wadah, proses pengalengan yang dilakukan, dan kondisi tempat penyimpanan. Jika proses pengolahan dan penyimpanan dilakukan dengan baik, makanan dalam kaleng umumnya awet sampai jangka waktu dua tahun.

Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan. Entah itu karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan. Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri thermophilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).

Sebenarnya pemanasan tidak dapat membunuh semua mikroba, khususnya thermofilik (tahan terhadap panas). Mikroba tahan panas tersebut tidak akan tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal. Apabila penyimpanan dilakukan pada ruang yang bersuhu cukup tinggi atau terkena cahaya matahari langsung, mikroba tahan panas tersebut akan aktif kembali dan merusak produk.

Titik penetrasi panass yang paling lambat dalam kaleng menurut Buckle (1987) adalah pada titik di atas pusat geometris untuk produk padat. Sedangkan untuk produk cair terletak pada ±1/6 hingga 1/3 tinggi kaleng. Kecepatan penetrasi panas dalam makanan kaleng diitentukan oleh Ukuran (rasio luas permukaan dengan volume), sifat asal dan komposisi wadah, Konsistensi produk (rasio padatan dengan cairan), Suhu retor dan suhu awal makanan, Rotasi atau agitasi kaleng, Isi dan ukuran head space, Metode pengisian, Letak kaleng dalam autoklaf, dan Metode operasi autoklaf.

Makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling lambat menerima panas yaitu yang disebut cold point.Perambatan panas secara konduksi, cold pointnya terdapat di tengah atau di pusat bahan tersebut. Sedangkan pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konveksi cold point terletak di bawah atau di atas pusat, yaitu kira-kira ¼ bagian atas atau bawah sumbu.

Perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat daripada perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan maka perambatan panas semakin lambat. Cara jumlah penghitungan panas yang harus diberikan pada proses pengalengan bukan suatu teknik yang mudah dan sederhana. Proses sterilisasi panas dihitung secara hati-hati dan sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu jenis dan kondisi bahan yang akan diproses, ukuran kaleng, dan tahap-tahap pengalengan yang harus dilakukan.

Makanan kaleng ini juga memiliki beberapa kekurangan, seperti penurunan gizi produk (akibat pemanasan suhu tinggi saat sterilisasi), tekstur yang tak lagi segar (terlihat pada sayur dan buah kalengan) dan tak jarang timbul rasa seperti rasa besi yang sangat mengganggu.

Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya. Di antara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat menghasilkan racun botulin dan membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan selama empat menit pada suhu 120 derajat C atau 10 menit pada suhu 115 derajat C sudah cukup untuk membunuh semua strain C. botulinum (A-C). Karena sifatnya yang tahan panas, jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar, bakteri tersebut dapat aktif kembali selama penyimpanan. Daging dan ikan termasuk bahan pangan low acid. Biasanya perlakuan panas untuk bahan pangan low acid dirancang untuk menginaktifkan sejumlah besar mikroorganisme yang mampu menghasilkan racun yang dapat mematikan. Selain itu daging dan ikan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroba, oleh karena itu dalam praktikum ini ditekankan aspek aseptis dalam setiap tahapan pengerjaan.


Gambar diatas merupakan laju pemanasan pada suhu 100°C setelah fase pemanasan (a) diukur pada thermal kritisnya per menit. Hingga terjadi fase penurunan suhu, sehingga produk memiliki suhu ruangan.
Pada praktikum ini dilakukan pendinginan dengan cara menyimpan kaleng pada wadah berisi air. Jarak antara tempat sterilisasi dengan tempat pendinginan cukup jauh. Hal ini berakibat harus ada proses transportasi kaleng yang masih panas. Hasil praktikum menunjukkan bahwa mutu daging dan ikan dalam kaleng belum banyak berubah selama penyimpanan 1 minggu. Hanya diketahui bahwa tekstur daging yang masih agak alot. Hal ini seperti dijelaskan sebelumnya diakibatkan oleh waktu sterilisasi yang masih terlalu singkat akibat waktu CUT yang lama. Oleh karena itu sebaiknya autoklaf yang akan digunakan telah dipanaskan terlebih dahulu sebelum proses steriliasi dimulai. Mutu organoleptik ikan hasil praktikum pun tidak jauh berbeda. Duri yang terdapat pada ikan belum sepenuhnya lunak. Pada produk rawon daging dalam kaleng, dari 15 kaleng yang dihasilkan terdapat 5 kaleng dalam keadaan baik dan ada 9 kaleng dalam keadaan rusak yang ditandai dengan adanya penggelembungan pada ujung kaleng. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain, Penggelembungan karena adanya CO2, Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan, Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan selama pemanasan, Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang, dan Fluktuasi tekanan atmosfer.
Kaleng rawon daging yang telah disterilisasi hanya direndam dalam air selama kurang dari 3 jam (seharusnya 1 malam). Pendinginan yang tidak sempurna mengakibatkan ada beberapa bagian dalam kaleng yang masih panas terutama pada bagian dalam daging sehingga dengan adanya panas tersebut dapat mengakibatkan tumbuhnya spora bakteri termofilik. Dengan tumbuhnya bakteri termofilik maka akan terjadi kerusakan pada bahan yang ditandai menggelembungnya kaleng akibat timbulnya gas yang dihasilkan bakteri tersebut. Selain timbulnya gas, setelah dibuka ternyata terjadi penurunan mutu rawon daging dengan ditandai terciumnya bau yang tak sedap. Selain itu tekstur daging yang kurang empuk diakibatkan oleh waktu sterilisasi yang masih terlalu singkat akibat waktu CUT yang lama. Lamanya waktu CUT dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebaiknya autoklaf yang akan digunakan telah dipanaskan terlebih dahulu sebelum proses steriliasi dimulai. Mutu organoleptik ikan hasil praktikum pun tidak jauh berbeda. Duri yang terdapat pada ikan belum sepenuhnya lunak. Akan tetapi tekstur daging yang tidak terlalu empuk sangat disukai konsumen karena sesuai dengan selera, karena makanan kaleng biasanya akan mengalami pemanasan sebelum dikonsumsi konsumen, sehingga setelah pemasakan kembali tekstur daging memiliki keempukan yang sesuai.

H. Kesimpulan

Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi sangat tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanannya, tetapi jika proses pengolahannya sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan, akan lama. Kerusakan makanan kaleng pada umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa dibandingkan karena mikroorganisme.
Penyebab kerusakan dapat dibagi dua, yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Kerusakan itu menyebabkan produk makanan kaleng yang tidak steril komersil. Jadi, kerusakan tersebut timbul karena pertumbuhan mikroba. Selain kerusakan akibat mikroba masih ada beberapa penyebab lainnya yang bersifat nonmikrobial diantaranya seperti wadah yang kurang steril atau karena suhu yang kurang tinggi. Faktor-faktor tersebut meliputi kurang sempurnanya pembuangan udara pada retort, sisa cairan terlalu banyak pada retort, kesalahan pengeringan produk kering, sifat produk yang lambat menjadi panas, perubahan fisik pada produk, kurang cukup pengisian sehingga head space terlalu besar, dan kesalahan proses pemanasan.

I. Daftar Pustaka
Rozali , Zalniati. 2009. Pengalengan Makanan. Institut Pertanian Bogor

Tim Dosen Teknologi Pengolahan Pangan. BKPM Teknologi Pengolahan Pangan. Politeknik Negeri Jember
Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Adnan, Mochamad. 1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Penerbit Agritech, Yogyakarta.

http://smile-qmal.blogspot.com/2010/04/pengalengan.html
http://agrokompleksonline.blogspot.com/2009/05/pengalengan-ikan-segar.html
http://dudulsmansa.wordpress.com/2009/05/25/pengalengan-ikan/feed/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar